Sang Pembelajar

Senantiasa berusaha belajar menjadi yang terbaik agar bisa berdaya guna bagi masyarakat sekitarnya

Kamis, 23 Juni 2011

MINTA MAAF

Saya Slamet Adi Priyatna dalam kesempatan ini dalam lubuk hati saya yang paling dalam meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada saudara-saudara saya dalam kafilah ini yang merasa tidak nyaman dengan tulisan yang saya buat. Mohon dimaafkan segala sikap dan tindakan saya yang kurang bijak dan kurang sabar dalam mensikapi semua permasalahan yang ada. Semua ini terjadi semata-mata karena kebodohan dan ketidakmengertian saya. Untuk itu sekali lagi saya mohon maaf dan mohon di beri kesempatan untuk memperbaiki apa - apa yang telah saya buat. Dan dengan ini saya mencabut seluruh tulisan - tulisan yang telah membuat ketidaknyamanan dan miss interpretasi melebihi apa yang saya bayangkan.
Saya juga mengucapkan jazakallahu khoirul jaza kepada para pemimpin yang saya cintai, yang tak bosan - bosannya untuk senantiasa mengingatkan saya tentang 3 pilar. Sekali lagi saya mohon maaf karena telah bersikap yang kurang sabar terhadap permasalahan yang dihadapi. Semoga saudara - saudara saya dan para pemimpin senantiasa mau memaafkan saya dan mengingatkan dan membimbing agar saya bisa konsisten dan terus bersama dalam kafilah ini hingga kita bisa berkumpul di surga-Nya kelak.
Sekali lagi saya yang lemah dan bodoh ini mohon dibukakan pintu maaf atas segala kesalahan yang pernah saya buat.Semoga Allah mengampuni dan memaafkan kesalahan dan dosa-dosa saya kepada kafilah serta saudara-saudara dan para pemimpin saya. Sekali lagi saya mohon maaf setulus - tulusnya.

Rabu, 22 Juni 2011

MELAYANI

Hari minggu yang lalu tiba - tiba ada sms masuk ke HP dari seseorang menanyakan kabar dan sekaligus menanyakan apakah hari selasa bisa adakan bakti sosial. Saat itu aku pun langsung merespon dengan segera menjawab kepada beliau. Oh ya ibu ini adalah kenalanku yang pernah memberikan bantuan sosial kepada lembaga Muallaffoundation. Beliau mengenalku berdasarkan rekomendasi dari seorang guruku di Jakarta. Pada saat membalas sms saat itu aku tidak terlalu  berharap karena mengingat kesibukan beliau.
Ternyata hari senin siang beliau kembali sms dan menanyakan kembali tentang rencana beliau untuk bakti sosial di Bali. Aku pun menjawab sms beliau. Kami pun berulang kali berkomunikasi melalui sms terkait dengan rencana dan apa yang beliau inginkan. Pada saat itu aku pun berinisiatif apakah aku boleh menelpon beliau agar aku dapat lebih jelas menangkan keinginan beliau terkait dengan rencana bakti sosial ini. Akhirnya beliau sendiri yang menelpon, kami pun berdiskusi cukup lama. Akhirnya setelah melalui diskusi yang hangat akhirnya disepakati rencana bakti sosial yang ingin beliau adakan. Saat itu aku hanya menyampaikan bahwa aku hanya pelaksana dilapangan yang bertugas untuk menunaikan amanah yang beliau berikan kepadaku sekaligus juga melayani keinginan beliau tersebut. Alhamdulillah, Allah memberi kemudahan beliau pun segera mentransfer dana untuk bakti sosial yang direncanakan pada hari selasa malam. Aku pun segera bergerak cepat untuk mohon bantuan kepada beberapa orang untuk membantu kegiatan ini.Segera kami belanja kebutuhan sembako untuk bakti sosial tersebut dan merancang siapa saja yang berhak mendapatkan ini dan membuat kupon agar lebih memudahkan.
Alhamdulillah semua terasa dimudahkan. Akhirnya rencana bakti sosial itu bisa berjalan dengan baik sesuai dengan rencana. Semua penerima bisa hadir dan datang, Ada keharuan yang menyeruak di relung kalbu ini ketika melihat senyum keceriaan dari mereka. Betapa bahwa yang sedikit ini bisa membuat mereka tersenyum dan berterima kasih padaku. Padahal aku hanya menjalankan amanah dan melayani saja. Tidak ada tendensi apapun dari aku. Aku merasa bahwa apa yang aku lakukan belum berarti banyak dari mereka. Namun dari mereka dan donatur ini aku bisa belajar bahwa ketika kita melayani siapapun tanpa pandang bulu dengan ketulusan, maka kita pun akan mendapatkan ketulusan dari orang -orang yang kita layani. Memang sering kali saat ini ketika zaman sudah berubah menjadi lebih materialis, betapa ketika bicara melayani maka ada harga yang harus dibayar. Kita bisa melihat di rumah sakit atau dimana pun. Ada istilah ada harga ada pelayanan. Maka kita pun ketika sudah membayar dengan harga yang inginkan kita pun bisa menuntut agar dilayani dengan profesional. Maka kalau sudah begitu bukan hati yang berbicara tapi nafsu dan pikiran. Bisa jadi kita jadi jarang dikenal orang dengan kebaikan karena bisa jadi kita jarang melayani mereka dengan kebaikan dan ketulusan yang kita miliki, sehingga keberadaan kita dilingkungan seolah antara ada maupun tiada.
Aku pun merasa malu pada diriku ini karena bisa jadi aku belum bisa melayani orang - orang di sekitarku dengan ketulusan sehingga mereka mudah melupakan. Ini menjadi pelajaran yang berharga untukku, bahwa aku harus mencoba untuk melayani siapapun yang membutuhkanku dengan semangat ketulusan dan ingin memberi yang terbaik untuk mereka agar hidup ini bisa lebih berarti dan penuh makna.
Semoga......

INSPIRASI

Setiap orang pasti memiliki inspirasi dalam kehidupannya. Inspirasi itulah yang membuat seseorang menjadi lebih hidup. Inspirasi juga membuat seseorang menemukan jati dirinya, bahkan membentuk dirinya. Dan itulah hebatnya inspirasi bisa merubah seseorang dari tiada menjadi ada.
Inspirasi itu bisa berupa apa saja. peristiwa, pengalaman bahkan benda atau mahkluk pun bisa menjadi sumber inspirasi bagi siapa saja. Inspirasi bisa menjadi momentum seseorang untuk bisa menunjukkan siapa dirinya. Bahkan inspirasi bisa juga menjadi sumber kehidupan bagi orang tersebut. Namun yang paling penting adalah apakah yang kita lakukan berdasarkan inspirasi bisa menjadi sumber inspirasi bagi orang lain. Disinilah titik permasalahn yang paling mendasar. Betapa banyak kita membaca atau melihat berbagai macam peristiwa yang ada disekeliling kita yang dilakukan oleh orang lain, kita mungkin hanya baru sebatas mengagumi atau mungkin memberi komentar baik positif ataupun negatif. Belum banyak dari kita bisa menjadikan itu semua sebagai salah satu sumber inspirasi bagi kita untuk melakukan sesuatu dalam kehidupan kita ini.
Sering kali aku bertanya pada diri ini apakah keberadaan aku bisa menjadi sumber inspirasi bagi orang lain atau malah sebaliknya. Sebenarnya arti kita sebagai manusia akan jauh lebih berarti ketika kita bisa menjadi sumber inspirasi kehidupan bagi orang - orang yang berada disekitar kita. Ini menjadi tantangan sekaligus juga menjadi PR besar bagi siapapun ketika dia ingin menjadi manusia yang lebih berarti dalam hidup ini.
Sekarang itu semua kembali kepada diri kita masing - masing, karena semua itu ada resiko yang harus kita ambil sebagai sebuah harga yang akan ditebus karena kita telah memilih untuk menjadi sumber inspirasi bagi orang.
Keberhasilan kita menjadi sumber inspirasi tergantung sejauh mana kita mau berbuat ketika tiada orang yang berbuat, karena menjadi sumber inspirasi itu akan membuat kita semakin lebih kaya daripada siapapun. Dan itu membuat hidup kita lebih bermakna dan mejadi penuh arti ketika kita telah berbuat sesuatu untuk hidup ini maupun untuk orang - orang yang ada disekitar kita.
Semua berpulang kepada kita sendiri. Akankah kita mencari sumber inspirasi atau menjadi sumber inspirasi..? Silakan kita memilih karena hidup ini adalah pilihan.

Rabu, 15 Juni 2011

PERLAWANAN

Perlawanan identik dengan ketidakpuasan, ketidakadilan, ketertindasan, ketimpangan atau sesuatu yang tidak sesuai dengan realitas dan aturan yang ada.
Namun jika bicara perlawanan, hampir semua orang sepakat dengan memandang hal itu sebagai suatu yang negatif. Siapapun orang yang pernah melakukan perlawanan, maka kecenderungannya orang tersebut akan dijauhi atau mungkin dikucilkan.
Setiap orang memiliki cara masing - masing dalam hal perlawanan. Ada yang melakukan perlawanan dengan diam karena mungkin dia tidak memiliki kekuatan atau keberanian atau bisa jadi dia menghindari keributan yang lebih luas.
Ada juga perlawanan dengan cara tulisan ketika ruang aspirasi dihambat maka dia akan menulis.
Ada juga perlawanan dengan menyuarakannya dengan berdialog atau mencari kebenaran dengan berkomunikasi dengan pihak - pihak terkait. Bahkan dalam tingkatan tertentu perlawanan juga dilakukan dengan cara fisik atau kekuatan yang ini merupakan salah satu jalan terakhir ketika tidak ada lagi cara untuk melawan.
Namun itu semua merupakan pilihan dari setiap orang untuk melakukan perlawanan terhadap sebuah kondisi yang tidak sesuai dengan realitas atau ketika ketidak adilan telah terjadi.
Secara jujur aku mengakui bahwa memang secara karakter dan watak yang aku miliki dan melalui proses pembentukan yang selama ini terjadi pada diriku, aku orang yang paling mudah melakukan perlawanan ketika ada sesuatu ketidak adilan terjadi.
Sering kali terjadi ketika aku melakukan perlawanan, aku tidak pandang bulu siapa yang ku hadapi. Bagiku yang penting adalah persoalan ini harus diselesaikan dan dituntaskan.
Aku teringat beberapa masa yang lalu ketika aku pernah berselisih pendapat dengan beberapa orang yang berbeda dan kebetulan pada saat itu aku melihat ada ketidak adilan dalam proses yang terjadi. Aku berusaha untuk mengingatkan bahkan keadaan ini terus berlarut-larut dan aku pun terus melakukan perlawanan terhadap masalah tersebut yang menurutku kurang tepat karena tidak sesuai dengan kondisi dan aturan yang ada. Pada kondisi tersebut berbagai upaya perlawanan telah aku lakukan terutama dengan cara yang bijak, namun demikian entah mengapa orang-orang ini begitu keras kepala dengan pendiriannya maka secara refleks aku mengatakan kalau memang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik, mari kita selesaikan secara jantan satu lawan satu. Saat itu betapa terkejutnya mereka semua. Mereka tidak menyangka bahwa aku akan melakukan hal itu apalagi yang aku hadapi adalah senior dalam organisasi tersebut. Saat itu bagiku adalah masalah ini harus segera dituntaskan dengan cara apapun karena ini akan berdampak lebih jauh di masa yang akan datang.
Ternyata apa yang terjadi di luar dugaanku semua, mereka menghindari semua malah cenderung melebarkan masalah. Membuat isu atau rumor bahwa aku tidak puas sehingga aku melakukan perlawanan hingga menantang secara fisik.
Saat aku mendengar hal itu, betapa terkejutnya aku. Mengapa masalah ini jadi keluar dari konteks, Jadi cenderung menyudutkan ku karena sikap dan tindakanku. Padahal ada masalah besar yang menjadi inti masalah yang tidak tersentuh.
Namun aku tetap bergeming sedikitpun. Biarkan mereka menilai aku apa yang penting ketika aku melihat sesuatu yang berjalan tidak sesuai koridor dan ada ketidak adilan disana, maka otomatis naluri perlawananku pasti akan bangkit. Dan ini sudah sering terjadi berulang kali. Dan betapa banyak orang yang telah menjadi korban dari perlawanan yang aku lakukan. Kadang kita harus berani melakukan perlawanan secara terbuka walau kita tahu ini semua ada resiko yang harus diterima. Tapi ini memang harga yang harus dibayar. Secara prinsip bagiku aku tidak akan pernah merasa letih maupun takut ketika memang aku harus melakukan perlawanan apalagi jika ini sudah menyangkut rasa ketidak adilan maka siapapun pasti akan kuhadapi semua.
Dan memang ini adalah pilihan yang telah aku ambil. Bisa jadi aku dicap sebagai pemberontak karena senantiasa melawan namun aku tetap merasa merdeka dan nyaman karena aku telah menjadi diriku sendiri.
Memang tidak semua orang siap untuk melakukan perlawanan karena cap negatif yang ada didalamnya, namun tetap ada orang yang kritis untuk memberikan perlawanan ketika organisasi itu keluar dari kebijakan atau koridor yang ada yang cenderung mengakibatkan ketidak adilan menimpa organisasi itu terhadap anggotanya. Aku pasti menjadi salah satu orang yang ada disana untuk melakukan perlawanan itu.

KEBERANIAN

Berbicara keberanian dahulu waktu aku kecil anggapan yang ada saat itu adalah berani ketika berjalan sendiri ditengah kegelapan malam. Bahkan jika kita berani menantang orang lain untuk berkelahi satu lawan satu walau dengan orang yang lebih besar daripada aku.
Pemahaman ini terus berlangsung bahkan cenderung menjadi-jadi ketika aku memasuki sekolah baik SD, SMP, bahkan SMA. Seolah-olah saat itu tidak ada rasa takut sedikit pun. Jiwa ku yang saat itu cenderung ingin merdeka dan tidak ingin terikat terasa tersalurkan ketika aku bisa dan berani melawan kebijakan yang ada.
Tak terhitung sudah berapa orang yang sudah jadi korban bahkan nenekku sendiri orang yang sangat aku cintai dan hormati telah ikut juga menjadi korban karena keberanianku yang tidak pada tempatnya.
Saat itu aku merasakan betul bahkan cenderung menikmati kondisi tersebut. Bahkan pernah kejadian dengan seorang guru pun aku berani dan pernah membuat guruku kecewa dan saat itu tidak terbersit rasa bersalah sedikit pun pada diriku. Betul - betul aku rasakan aku menjadi orang yang berani bahkan cenderung menjadi liar tak terkendali.
Saat itu aku hanya ingin menjadi diriku dan orang tahu siapa aku. Dan itu berhasil. Namun disisi lain aku juga merasakan kesunyian dan kehampaan pada jiwa ini. Apakah aku akan selamanya menjadi seperti ini. Membuat orang-orang takut bahkan cenderung menghindar untuk bergaul dengan aku karena tidak ingin cari perkara dengan aku. Ada salah seorang sahabatku pernah mengingatkan aku, secara guyon dia pernah berbicara padaku untuk merubah sikap dan gayaku yang kalau orang tidak tahu aku seutuhnya cenderung akan berpikiran negatif tentang diriku. Lalu dengan santainya saat itu aku menjawab biarkan saja orang lain menilaiku seperti yang dia mau, sepanjang mereka tidak berani menyampaikan kepadaku, buat apa di pedulikan..Lalu sahabatku berkata bagaimana mereka mau sampaikan melihat kamu aja udah ngeri mereka. Saat itu aku hanya tertawa saja lalu aku bilang kepada sahabatku..mereka semua salah buktinya kamu aja berani untuk bicara kepadaku dan mengkritikku dan aku pun terima hal itu. Sahabatku pun kembali menasihati ku cobalah bersikap lebih santai dan jangan terlalu keras dalam bersikap ketika ada sesuatu yang kurang pas di hati. Aku pun akhirnya menerima saran sahabatku walau aku akui saat itu dialah orang yang pertama memberi masukan kepadaku. Aku hargai keberaniannya untuk menyampaikan hal itu. Secara pribadi pun aku salut dia begitu pandai mencari momen yang tepat untuk meyampaikan hal itu kepadaku.
Pada akhirnya aku menemukan hal lain terkait dengan keberanian yang mungkin selama ini aku pahami yaitu ketika aku mengalami masa-masa terberat dalam hidupku. Disaat semua orang menghindar bahkan cenderung menyalahkan atas tindakanku disisi lain meninggalkanku disaat aku mengalami masalah. Ternyata di luar dugaan dari sinilah titik balik aku merubah persepsiku tentang makna keberanian. Disaat itulah nenekku dengan tenang dan bijak mengatakan seorang laki - laki pemberani itu tidak boleh lari dari masalah. Dia harus berani menghadapi masalah itu dan bertanggung jawab terhadap masalah yang dihadapinya secara sendiri tanpa melibatkan siapapun. Seorang laki - laki pemberani itu harus mau mengakui kesalahan dirinya dan mau menanggung resiko yang memang harus dia pikul. Itulah yang disebut keberanian. Saat itu aku tersadarkan bahwa memang ada yang salah dalam diri ini. Aku merasakan ada kekuatan yang luar biasa yang mengalir dalam tubuhku. Ada semangat baru. Ada keberanian yang membucah di dada ini. Seolah-olah ada ketenangan yang luar biasa. Ada kemantapan dalam kekuatan tapak-tapak kaki ini untuk melangkah.
Maka aku pun segera bergegas untuk menyelesaikan seluruh masalah yang aku buat. Aku datangi satu persatu dan saat itu untuk pertama kalinya aku belajar untuk mengakui kesalahan diri tanpa ada tekanan dan mau bertanggung jawab atas segala perbuatan yang pernah aku lakukan. Saat itu aku merasakan ketenangan bathin serta kebahagiaan yang luar biasa yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Aku merasakan kemenangan yang berhasil aku lakukan untuk menaklukan kesombongan yang ada dalam diri ini.
Aku pun teringat dengan sahabatku juga yang ternyata disaat orang-orang menjauhiku, dialah yang mendampingiku disaat aku terjatuh bahkan dialah yang memotivasiku untuk memiliki keberanian untuk bangkit lagi dari keterpurukan ini. Dialah yang mengajarkan sisi keberanian yang lain yaitu keberanian untuk bangkit dan melangkah kembali. Sesuatu hal baru dan terasa begitu damai ketika mencoba menerapkan apa yang dia sampaikan. Dia mengatakan bahwa setiap orang pasti pernah jatuh tapi tidak semua orang yang memiliki keberanian untuk bangkit dan melangkah kembali. Sering kali yang terjadi adalah ketika terjatuh yang ada hanya merutuk dan menyesali padahal itu semua tidak menyelesaikan masalah bahkan cenderung itu malah membuat beban semakin berat untuk dipikul.
Inilah pelajaran tentang makna keberanian yang aku dapatkan. Ternyata ada sisi lain tentang makna keberanian yang memang belum aku pahami bahkan aku cenderung salah dalam menempatkan makna keberanian itu.Ternyata masih ada hal lain tentang makna itu. Aku sangat bersyukur bahwa aku memiliki seorang nenek dan sahabat yang mau mengajarkan tentang makna keberanian yang lain yang memang aku belu memilikinya. Dan aku merasakan bahwa masih banyak makna keberanian yang lain yang aku belum mempelajari dan menerapkannya. Waktu dan kehidupan serta orang-orang yang tulus yang senantiasa mengajarkan padaku tentang pelajaran itu dimasa yang akan datang. Semoga aku bisa memaknai hakikat keberanian yang benar dan seutuhnya.

Selasa, 14 Juni 2011

MENERIMA

Kadang dalam hidup ini tidak semua bisa berjalan sesuai rencana atau harapan. Ini bisa dalam keluarga, karier, organisasi atau dalam seluruh aspek kehidupan.
Sering kali terjadi dalam diri kita sebuah ambisi atau keinginan yang kuat untuk menjadi sesuatu atau meraih sesuatu.
Dalam banyak pelatihan atau seminar - seminar, banyak trainer atau motivator yang menyampaikan secara penuh berapi -api, bahwa setiap orang mampu dan bisa untuk meraih mimpinya. Apakah itu salah..? Tentu saja tidak, akan tetapi sering kali ketika kita terperangkap dalam mimpi - mimpi yang sedang kita bangun, kita lupa bahwa ada sisi lain yang harus kita siapkan agar diri kita bisa kembali bangkit ketika jatuh atau gagal dalam kehidupan.
Sering terjadi manusia itu mudah stress bahkan cenderung jadi tidak peduli dengan sesama karena mereka disibukkan dengan mimpi - mimpi yang sedang dibangun.
Aku sendiri secara pribadi mengakui bahwa ketika kita sedang membangun mimpi kita harus juga membangun ruang di hati kita untuk menerima sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang kita alami.
Ada pengalaman menarik yang aku rasakan ketika aku menerima sesuatu yang diluar dugaan. Yaitu peristiwa pencopotan aku beserta tim dalam suatu organisasi.
Aku akui saat mendengarnya terasa sangat shock,kaget bahkan juga heran. Apa yang terjadi dan mengapa terjadi sesuatu yang diluar dugaanku sama sekali. Aku mencoba menerima kenyataan akan tetapi ternyata itu juga sulit. Aku akui itu terbawa ke dalam relung hati dan pikiran. Aku terus bertanya mengapa ini terjadi..Aku tidak puas dengan penjelasan bahkan secara pribadi aku kecewa dengan keputusan itu. Akan tetapi aku terus mencoba untuk mencari tahu dan berbagi dengan orang yang aku anggap mengerti tentang aku. Dan ternyata memang kadang keputusan yang diambil memang keputusan yang aku anggap tidak adil akan tetapi saat itu aku memutuskan untuk menerima keputusan itu walau itu terasa menyakitkan.
Memang menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan jiwa itu merupakan salah satu fase belajar yang paling sulit aku lakukan. Akan tetapi aku mencoba belajar menerima dengan langsung bertanya dengan para pelaku pengambil keputusan walau pun aku sadari itu tidak merubah keadaan. Inilah salah satu fase yang aku rasakan lumayan sulit untuk menerimanya karena keputusan itu diambil secara sepihak tanpa melibatkan tim yang ada.
Namun demikian apapun yang terjadi itu semua sudah tertulis dalam takdir manusia maka menerima itu semua salah satu seni untuk segera bangkit dari kenyataan yang kadang tidak sesuai dengan harapan.
Disinilah aku merasakan bahwa ketika kita bekerja, apa yang kita lakukan belum tentu sesuai dengan harapan dan keinginan orang lain untuk itu aku harus senantiasa menyiapkan diri ini untuk senantiasa menerima kenyataan yang kadang terlalu pahit untuk dirasakan. Namun dengan peristiwa yang terjadi aku bisa mengerti bahwa tidak semua orang bisa menerima. Aku pun termasuk orang - orang yang mungkin masih harus senantiasa untuk bisa menerima. Aku pun saat ini sedang berusaha untuk menerima...

Senin, 13 Juni 2011

JABATAN

Jabatan itu adalah amanah. Jabatan bisa juga merupakan suatu prestise atau mungkin kehormatan. Atau mungkin jabatan itu merupakan sebuah kebanggaan sehingga ketika seseorang memiliki sebuah jabatan seolah-olah dia memiliki otoritas yang luar biasa besar.
Hal tersebut diatas bisa menimpa siapa saja, kembali kepada setiap orang masing-masing.
Berbicara jabatan, aku memiliki berbagai macam pengalaman terkait dengan namanya jabatan, dan dalam hal ini hampir semua memiliki kesamaan dalam endingnya.
Tidak terasa aku telah bersama dengan sebuah lembaga dakwah kurang lebih 13 tahun lamanya. Semenjak dari awal berdirinya hingga saat ini.
Ada pelajaran dan pengalaman menarik selama aku mengikuti lembaga ini terutama dalam hal jabatan. Aku bersyukur sebelum aku mengikuti lembaga ini,aku telah banyak mengikuti berbagai macam organisasi dengan berbagai jabatan yang pernah aku sandang.
Hal menarik ketika aku mengikuti lembaga ini adalah belum ada budaya diskusi or kritik yang sehat. Selama ini yang ada lebih cenderung budaya semi militeristik dalam hal pengambilan kebijakan walaupun tidak merata disemua lini. Akan tetapi budaya ini terasa sangat dominan.
Aku secara pribadi sering mengalami hal-hal seperti ini. Kebetulan aku memiliki sikap yang kritis terhadap sebuah kebijakan atau keputusan yang mungkin menurut pendapatku itu tidak melalui sebuah proses yang alami atau sesuai dengan aturan yang ada di lembaga tersebut. Mungkin sikap kritis yang ku miliki menjadi suatu yang dianggap aneh dan diluar kebiasaan yang berlaku dilembaga tersebut. Hal itu berdampak dengan seringnya aku tidak dilibatkan dalam struktur lembaga tersebut.
Sejak aku bersama lembaga tersebut, aku sering mengalami pencopotan jabatan sebelum berakhir sebuah periodesasi kepengurusan. Sering kali ini terjadi tanpa didasarkan dengan alasan yang jelas, bahkan cenderung lebih kepada subyektifitas pimpinan lembaga. Secara pribadi aku tidak mempermasalahkan hal itu cuma aku hanya bisa tertawa saja mengingat bahwa ternyata antara teori dan kenyataan sangat bertolak belakang.
Yang terakhir aku mengalami sebuah peristiwa yang mengagetkan yaitu ada keputusan dari lembaga tertinggi bahwa bidang yang aku terlibat didalamnya dibekukan semuanya kecuali ketuanya saja tanpa alasan yang bisa dimengerti. Ketika aku confirmasikan hal ini kepada ketua bidang ku dia hanya menjawab nanti saja dijelaskan  akan tetapi jika aku penasaran silakan aku bertanya langsung dengan ketua umum. Secara pribadi aku sangat galau dan kecewa melihat kenyataan ini. Bukan berarti aku menginginkan jabatan itu lebih karena proses pembekuan sebuah bidang hanya diputuskan oleh segelintir orang tanpa mencoba melihat dari semua pihak yang terlibat. Aku mencoba untuk menanyakan hal tersebut kepada ketua umum dan ternyata beliau membenarkan keputusan hal itu dan alasan pembekuannya karena aspek moralitas yang menimpa pengurus di bidang itu berdasarkan masukan atau informasi dari pihak luar. Dan untuk menyelamatkan citra lembaga maka keputusan itu diambil. Aku hanya terdiam saja ketika mendengarkan hal itu. Disisi lain aku pribadi prihatin dengan kondisi ini terutama dalam kaitan kerja organisasi. Ketika sebuah bidang dibekukan kecuali hanya ketuanya saja bukankah berarti seluruh personil di bidang tersebut bermasalah. Saat itu aku mencoba menata hati melihat kenyataan dalam proses pengambilan keputusan yang cenderung tidak fair. Akan tetapi aku hanya bisa mencoba mengevaluasi kejadian ini sebagai pengalaman yang berharga buat aku ke depannya terutama jika aku menjadi pemimpin aku tetap berupaya adil dan obyektif kepada seluruh jajaran yang ada dibawahku. Dari sini aku sedikit menyimpulkan bahwa memang subyektifitas itu memang ada. Like dan dislike itu memang riil terjadi bahkan dalam sebuah lembaga yang memperjuangkan nilai - nilai Islam. Bahwa memang kita ini manusia bukan malaikat jadi wajar terjadi hal-hal demikian.
Dari peristiwa demi peristiwa yang pernah aku alami dalam hal jabatan, baru kali ini aku mengalami sesuatu ketidak adilan dalam prosesnya. Tanpa ada kabar sekalipun tiba-tiba datang keputusan pembekuan. Benar-benar luar biasa. Saat ini aku sedang merenungi apakah aku akan selalu bersama lembaga itu ataukah aku tetap bersamanya..Saat ini aku lebih bersikap pasif dan tidak lagi ada keinginan untuk berkarya lebih banyak bersama lembaga itu. Aku hanya ingin berkarya untuk ummat dimana pun dan dengan cara yang fair dan obyektif bersama orang-orang yang bersedia bekerja bersama dalam satu tujuan tanpa memandang status maupun kedudukan. Sekarang aku hanya ingin menjadi orang yang lebih merdeka. Menjadi diri sendiri seutuhnya dan senantiasa bekerja dan berkarya tanpa harus direcoki dengan jabatan atau kedudukan dalam sebuah organisasi. Dan memang ketika kita terlibat dalam sebuah organisasi, keikhlasan adalah kunci dalam sebuah proses pembelajaran. Dan saat ini aku sedang belajar keikhlasan dalam niat dan perbuatan. Belajar dari sebuah teori menjadi sebuah aplikasi. Semoga aku bisa......

Jumat, 10 Juni 2011

PEMBENTUKAN

Seseorang itu dibentuk oleh lingkungannya. Lingkungan pertama yang memberi warna adalah keluarga, setelah itu baru diluar. Masa - masa kritis pembentukan seseorang sebenarnya ketika dia beranjak dewasa. Manakala dia mulai menemukan sesuatu yang baru selain lingkungan keluarganya.
Adakalanya seseorang tidak berani keluar dari lingkungan darimana dia berasal, dia merasa nyaman dan aman dalam bentukan keluarganya. Ada juga yang berani mencoba-coba sesuatu yang baru di luar lingkungan keluarga. Bahkan ada juga yang benar-benar keluar dari lingkungan keluarga untuk bersama lingkungan yang baru.
Diakui bahkan dirasakan pembentukan yang terjadi pada masa-masa kecil hingga berlanjut dewasa itu sangat mempengaruhi karakter seseorang pada kehidupannya di masa yang akan datang. Apakah dia menjadi orang yang biasa-biasa saja atau malah sebaliknya dia malah menjadi pribadi yang unik dan luar biasa.
Dan setiap kita pasti memiliki pengalaman dalam proses pembentukan jati diri dan karakter kita sesungguhnya.
Aku teringat dengan kenangan lama ketika aku memasuki masa SMA, saat itu setelah mengikuti penataran dan sosialisasi Ekskul, aku direkrut untuk mengikuti sebuah ekskul yang unik dan khas. Aku sangat kaget dan terkesan, biasanya ekskul itu mencoba menarik minat para siswa baru untuk bisa mengikuti ekskul mereka, nah yang ini diluar kebiasaan. Kakak kelas 3 lah yang melakukan perekrutan terhadap calon anggota mereka. Maka memang keanggotaannya sangat eksklusif dan terbatas karena memang mereka melakukan rekruitmen yang selektif dan ketat.
Banyak hal yang aku dapatkan dari organisasi ini. Aku akui bahwa karakter yang ada saat ini memang terasa betul pembentukan ketika aku mengikuti organisasi ini.
Selama 1 tahun para calon anggota ditempa fisik dan mentalnya dengan cara yang khas saat itu. Pertama kali aku mengikuti masa orientasi, aku mengalami keterkejutan sesaat ini. Akan tetapi aku mencoba untuk belajar mengikuti semua proses yang ada. Setiap pekan kami digojlok fisik dan mental kami, mungkin sudah tak terhitung berapa kali kami harus push up, sit up, jalan jongkok, dipukul, ditampar dan sebagainya, itu sudah merupakan menu rutin yang harus kami terima dan nikmati bersama anggota yang lainnya. Sesuatu yang awalnya sakit dan menyakitkan akan tetapi membuat aku saat itu berprinsip kalau kita mau kuat ya sudah ikuti aja sekalian jangan setengah-setengah. Bahkan aku terkesan dengan salah satu ucapan dari senior bahwa sebenarnya hal yang kita rasakan belum seberapa dibanding kerasnya kehidupan yang akan datang. Kita ditempa agar kuat, survive dan bisa menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Doktrin yang luar biasa aku terima dari para senior. Selama 1 tahun lebih kami menerima tempaan dan gemblengan yang luar biasa dari para senior kami dari berbagai angkatan. Sesuatu yang membuatku semakin menjadi lebih kuat dan memiliki daya tahan yang luar biasa untuk menghadapi kehidupan. Sesuatu yang mungkin bagi sebagian orang hal itu menakutkan dan bisa menimbulkan trauma yang teramat sangat. Tapi disisi lain aku sangat menikmati proses yang aku jalani dan tradisi yang berlangsung di organisasi tersebut. Sejujurnya aku mengakui organisasi itulah yang paling besar memberikan pengaruh dalam hidupku ini sampai dengan saat ini. Tanpa tempaaan dan gemblengan dari para senior, aku tak kan mungkin bisa menjadi seperti ini. Berlepas ada sisi negatif dari organisasi itu, aku tetap bangga dan terhormat telah terpilih dan menjadi bagian dari organisasi itu. Walau aku akui aku belum banyak memberikan yang terbaik untuk organisasi itu tetapi aku bertekad untuk mengharumkan namanya dimanapun aku berada karena dia aku ada dan bisa.
SALUTE FOR MY AMOEKTI 28...

Kamis, 09 Juni 2011

EMOSI

Emosi merupakan kumpulan energi yang keluar dari sebuah proses yang luar biasa dahsyat dari alam pikiran dan hti seseorang. Kadang seseorang bisa melakukan kontrol emosinya, kadangkala dia meledak bagai gunung berapi yang memuntahkan magmanya.
Banyak hal atau banyak peristiwa yang bisa membuat emosi seseorang tereksploitasi dengan maksimal.
Banyak orang mengatakan bahwa emosi itu tidak baik karena cenderung berakibat yang tidak baik dan berpotensi negatif.
Ada berbagai macam tipe emosi yang dilakukan oleh seseorang.
Ada tipe diam ketika dia sedang mengalami gejolak emosi. Ini terjadi bisa banyak sebab. Bisa karena dia berusaha mengontrol kendali hatinya. Atau bisa jadi dia diam karena dia menghadapi orang yang lebih tinggi kedudukan maupun status sosialnya. Jadi dia cenderung diam ketika sedang mengalami gejolak emosi.
Ada tipe meledak, yaitu dia sangat reaktif dan cenderung langsung menampakkan perubahan pada dirinya. Biasanya ini terjadi karena penumpukan masalah yang ada dan cenderung merugikan dirinya.
Ada tipe cooling, yaitu seseorang yang mampu mengendalikan tingkat emosinya walau dalam keadaan yang memungkinkan dia untuk meledak akan tetapi dia bisa mengendalikannya.
Setiap orang pasti pernah mengalami tipe -tipe emosi tersebut diatas.
Bicara emosi, sejujurnya aku adalah orang yang paling mudah meledak bahkan cenderung melawan.
Entah kenapa aku jadi terkenal orang yang menakutkan bagi sebagian orang-orang mungkin mereka sudah mengetahui bagaimana kondisiku ketika aku sedang dalam puncak emosi.
Yang pasti, kita harus punya alasan ketika kita menumpahkan emosi yang ada.
Sepanjang hidupku, ada beberapa peristiwa yang membuat aku jadi terkenal emosional dan cenderung maju untuk melawan. Biasanya aku mudah terpancing emosiku ketika aku melihat ketidak adilan yang ada dihadapanku khususnya yang menimpa diriku atau menimpa orang-orang terdekatku. Sebenarnya aku tidak ingin begitu, akan tetapi ketika ada sesuatu yang kurang pas menurutku aku bisa aja langsung meledak tanpa mengenal situasi, waktu dan tempat. Itulah aku, apa adanya. Bagiku aku hanya ingin menyampaikan pesan kepada siapapun mari sama - sam kita menjaga agar tidak ada pihak yang bisa meledakkan emosinya satu dengan yang lain.

Rabu, 08 Juni 2011

IDEALISME

Idealisme adalah kumpulan dari nilai - nilai yang terinternalisasi dalam jiwa seseorang. Idealisme itu mengalir keseluruh tubuh. Dia lahir melalui proses pencarian yang panjang. Proses pemikiran dan perenungan terhadap nilai - nilai yang ada disekeliling kita.
Bicara idealisme saat ini adalah suatu yang langka, bahkan sering kita jumpai berapa banyak orang yang berguguran idealismenya ketika berbenturan dengan kondisi kehidupan yang dihadapinya.
Idealisme itu harus selalu dipertajam dengan sering melakukan dialog dalam diri. Berbicara kepada diri sendiri itu merupakan sarana yang sudah ditinggalkan. Kehidupan yang serba instan dan modern membuat kita tidak sempat melakukan dialog pada diri sendiri yang pada akhirnya orang -orang menjadi pragmatis dan cenderung ingin sesuatu berjalan dengan cepat tepat tanpa menghargai proses yang ada.
Idealisme itu tumbuh melalui proses yang panjang. Bukan sehari atau 2 hari tapi mungkin bertahun-tahun sampai ajal menjelang. idealisme adalah proses yang tiada henti karena idealisme itu akan selalu ditempa dengan ombak kehidupan yang senantiasa menerjang. Kita tidak pernah tahu kapan ombak itu datang akan tetapi kita senantiasa waspada dan menyadarinya bahwa idealisme yang kita miliki akan diuji kekuatannya. Kita akan gugur ataukah sebaliknya kita akan bertahan dan semakin kuat dalam menjalani kehidupan ini.
Belajar bertahan dengan idealisme merupakan sesuatu yang luar biasa sulit mengingat ada harga yang mahal yang harus dibayar dengan idealisme yang kita miliki, yaitu keterasingan. Ya benar keterasingan. Kita akan dianggap aneh dan tidak seperti orang kebanyakan. Kita akan dicap sebagai pemberontak, anti kemapanan maupun istilah - istilah yang lain. Tapi itulah harga yang harus dibayar bagi siapapun yang memiliki idealisme.
Kadang kala kita harus siap berbenturan dengan siapapun bahkan orang terdekat kita sekalipun jika itu sudah memasuki ranah idealisme yang kita milik dan tertancap kuat dalam jiwa kita.
Dan kebahagiaan terbesar orang yang memiliki idealisme adalah kemerdekaan pada jiwa. Orang yang memiliki idealisme hakikatnya adalah orang-orang merdeka. Mereka adalah orang yang bangga pada dirinya sendiri. Mereka bangga dengan potensi dan keunikan yang mereka miliki. Mereka tetap menjadi dirinya sendiri ditengah-tengah lingkungan yang penuh dengan kepura-puraan. Mereka tidak memiliki ambisi apapun. Yang mereka ingin lakukan adalah bagaimana mereka bisa menjadi sesuatu dan berbuat sesuatu untuk kaumnya dengan tangan mereka sendiri. Dengan cucuran keringat, air mata , darah bahkan jiwa mereka sendiri. Agar kaumnya bisa menjadi lebih baik. Karya - karya mereka melampaui usia dan umur mereka sendiri, karena itulah harga yang mahal yang mereka bayar demi sebuah idealisme.
Dan aku ingin menjadi bagian dari mereka. Golongan yang terasing. Golongan yang merdeka. Golongan yang bangga dengan karya sendiri tanpa bantuan dari pihak manapun. Dan aku memiliki idealisme seperti itu.

MENDENGAR

Mendengar itu ternyata seni tersendiri, dan itu merupakan pekerjaan yang paling sulit bagi siapapun.
Mengapa..? Karena dari sisi psikologis manusia, setiap kita lebih senang didengarkan bukan mendengarkan.
Aku pun mengalami hal ini. Pengalaman bertahun-tahun menjadi pemimpin khususnya ditingkat informal maupun formal membuat diriku lebih senang didengarkan bukan mendengarkan. Banyak pengalaman dalam kehidupanku mulai belajar tentang bagaimana cara mendengarkan apa yang ingin mereka sampaikan kepada kita.
Pengalaman - pengalaman dalam kehidupan membuat aku jadi lebih menikmati seni mendengarkan karena ketika kita belajar mendengarkan berarti kita belajar dipercaya oleh orang-orang disekitar kita.
Banyak cara agar kita bisa belajar mendengarkan yang baik sehingga kita bisa mendapat simpati dan merebut hati dari orang-orang disekitar kita.
Aku mulai belajar mendengarkan ketika aku mulai terjun dalam dunia sosial kemasyarakatan. Ternyata memang dimasyarakat kita bisa belajar banyak hal ketika kita mau meluangkan untuk mendengarkan cerita mereka sehari-hari. Dunia yang sama sekali baru bagi aku. Mencoba beradaptasi dengan kebiasaan-kebiasaan masyarakat. Belajar sabar mendengarkan setiap keluhan-keluhan mereka tentang kehidupan yang mereka jalani. Belajar untuk mencoba berempati dengan perjuangan hidup yang mereka jalani. Belajar untuk menjadi guru kehidupan bagi mereka. Padahal merekalah guru kehidupan buatku.
Tak terasa 10 tahun berlalu, sesuatu hal yang sulit ketika aku memulainya. Ternyata saat ini aku sangat menikmati untuk menjadi pendengar bagi mereka. Dari mereka semua aku dapatkan hal-hal yang tidak pernah aku dapatkan. Dari merekalah aku dapatkan mutiara kehidupan. Dari merekalah aku dapatkan semuanya. Semua itu bermula ketika aku mencoba untuk belajar mendengar dari mereka. Dan memang inilah hikmah mengapa Allah menciptakan kita 2 telinga agar kita lebih banyak mendengar agar kita bisa belajar. Dan memang indera yang pertama aktif adalah indera pendengaran agar kita bisa dan lebih banyak mendengarkan. Dengan banyak mendengar kita banyak mendapatkan ilmu kehidupan. Dengan mendengar kita belajar untuk rendah hati dan bisa menempatkan diri kita. Dengan mendengar kita bisa lebih jernih mencerna setiap masukan - masukan yang ada. Dengan banyak mendengar aku merasa menjadi manusia seutuhnya karena dengan mendengar aku sudah bisa meringankan beban permasalahan mereka. Dan jika kita tidak bisa membantu apa-apa, maka mendengarkan adalah salah satu bentuk bantuan kita kepada mereka. Andai para pemimpin mau belajar mendengarkan, niscaya negeri ini akan jauh lebih baik daripada saat ini.

Selasa, 07 Juni 2011

PEMIMPIN

"Setiap kalian adalah pemimpin, maka setiap pemimpin akan dimintakan pertanggungjawaban atas kepemimpinannya."
Dalam kehidupan sehari-hari istilah ini sangat lekat. Bahkan cenderung dimasyarakat menjadikan ini sebagai alat untuk menunjukkan siapa dirinya.
Tipologi pemimpin merupakan cerminan dari orang yang dipimpinnya. Jika pemimpin itu orang yang arogan, maka yang dipimpinnya adalah orang arogan juga. Sebaliknya jika pemimpin itu menghargai perbedaan dan membuka keran dialog dan menghargai setiap usulan dari orang yang dipimpinnya, otomatis yang dipimpinnya pun sama seperti pemimpinnya.
Jadi kalau kita ingin melihat karakter pemimpin, maka kita bisa melihat tipologi masyarakat yang dipimpinnya.
Ada peristiwa yang membuat ku merenung sejenak apa yang terjadi sesungguhnya di sebuah organisasi itu.
Beberapa waktu yang lalu, aku diminta untuk mengisi pelatihan disebuah organisasi politik, saat itu ketua panitia sudah berkoordinasi dengan jajaran kepanitian. Entah mengapa terjadi sesuatu yang sepertinya tidak conect komunikasi antara pemimpin organisasi tersebut dengan ketua panitia.Bahkan beberapa hari sebelum acara dilaksanakan, aku diminta hadir dalam rapat panitia bersama pemimpin organisasi tersebut. Saat itu aku hadir dan mencoba untuk mendengarkan apa yang sesungguhnya terjadi dari sudut pandang mereka semua. Ternyata memang ada miss komunikasi yang lumayan tajam diantara mereka. Ketika aku menjelaskan tentang pentingya acara ini dan durasi waktu yang dibutuhkan, seluruh panitia sepakat dengan hal itu, kemudian hasil syuro tersebut akan disampaikan kepada pemimpin organisasi tersebut.Pada saat rapat, pemimpin organisasi tersebut mendahului izin untuk tidak mengikuti rapat sampai selesai karena ada acara lain. Dan memang apa yang dikhawatirkan terjadi, bahwa pasca rapat terjadi perdebatan yang alot terkait dengan durasi pelatihan tersbeut beserta harapan dari pemimoin organisasi tersebut. Aku hanya bisa mengurut dada melihat fenomena ini, akhirnya aku pun membesarkan jiwa ketua panitia beserta jajarannya bahwa berapapun alokasi yang disediakan aku siap saja karena prinsipnya adalah melayani kebutuhan anggota.
Selama 3 hari menjelang acara, kami tetap berkomunikasi secara intensif untuk memastikan suksesnya acara tersebut. Malam hari menjelang acara, kami berkumpul lagi untuk memastikan acara beserta rundownnya. Ternyata dalam undangan kepada para peserta diminta hadir jam 07.30, sedang jadwal pelatihan dimulai jam 9 s.d. jam 12 siang, kami pun sepakat dan menerima seluruh alokasi waktu yang disiapkan.
Keesokan harinya, aku pun datang ke lokasi acara jam 7.45 pagi, saat itu aku pun berkoordinasi dengan panitia tentang kesiapan acara tersebut. Tanpa dinyana tanpa diduga, ternyata sang pemimpin membuat keputusan lain yang berbeda dengan rapat panitia, yaitu ada acara seremonial dari pemimpin wilayah organisasi tersebut. Aku pun kaget mendengarnya. Akan tetapi disini ternyata sang pemimpin menggunakan otoritasnya bahwa seluruhnya harus patuh dan taat dengan keputusan yang diambil. Dan hampir sebagian besar panitia hanya bisa menerima dengan kepatuhan tanpa ada upaya untuk memberikan masukan kepada sang pemimpin. Apa yang aku khawatirkan terjadi, bahwa sebagian besar peserta yang sudah hadir mulai tampak gelisah dan tidak nyaman, mengingat acara yang juga belum dimulai. Dan akhirnya menjelang jam 9.30 acara pun resmi dimulai dengan segala tetek bengek seremonialnya.
Aku hanya bisa mengamati dan menyaksikan betapa pemimpin betul-betul tidak menghargai kerja keras dari panitia beserta peserta yang sudah hadir lebih dahulu daripada rombongan.
Seringkali yang terjadi dilapangan bahwa pemimpin itu memiliki otoritas yang luar biasa, bahkan jika ada yang berbeda dengan pemimpin maka dengan mudahnya dicap tidak taat dan sebagainya.
Melihat fenomena tersebut aku hanya bisa diam termenung mengapa ini terjadi ditengah organisasi yang tingkat pemahaman agamanya lebih baik daripada orang kebanyakan. Idealnya mereka lah yang memulai menerapkan budaya menghargai ataupun menerapkan demokrasi yang ideal di tengah -tengah masyarakat. Secara pribadi aku prihatin dengan kondisi seperti ini. Aku juga mengakui bahwa aku pun bukan pemimpin yang baik, akan tetapi aku pun berusaha untuk terus belajar khususnya bekajar mendengarkan setiap masukan ataupun usulan dari orang-orang yang dipimpinnya.
Aku baru meenyadari mengapa Allah menciptakan kepada kita 2 telinga karena memang Allah meminta kita untuk lebih banyak mendengar dan menyerap setiap masukan dari setiap orang yang menjadi amanah kepemimpinan kita. Dari peristiwa yang kemari aku alami, secara pribadi aku merasa sedih dan kasihan dengan orang-orang yang dengan susah payah berusaha untuk memberikan yang terbaik akan tetapi penghargaan dari pemimpin dan keran untuk mendengarkan telah ditutup rapat oleh pemimpin. Maka dampak yang terjadi adalah orang-orang yang dipimpin cenderung pasif dan lebih banyak menunggu instruksi dan akhirnya itu membuat mereka jadi kehilangan kreatifitas dan inovasi yang positif bagi perkembangan organisasi tersebut. Kalau itu yang terjadi, maka akan ada stagnasi dalam berorganisasi. Aku bisa melihat betapa mereka lambat dalam merespons setiap permainan yang telah dibuat. Cenderung menunggu dan disuruh. Jiwa leadership dan inisiatif mereka telah hilang, yang ada adalah jiwa pengikut. Yaitu hanya mengikuti apa yang diperintahkan tanpa harus memahami apa makna perintah tersebut. Dan inilah yang terjadi, maka itu merupakan pertanda kegagalan sang pemimpin dalam membangkitkan potensi terbaik yang mereka miliki.
Dan yang terjadi saat ini merupakan warning bagi aku khususnya maupun bagi organisasi tersebut.
Semoga aku bisa terus belajar agar aku bisa menjadi pemimpin yang lebih banyak mendengarkan setiap aspirasi, pendapat, gagasan, ide, keluhan atau apapun dari orang-orang yang aku pimpin.

Senin, 06 Juni 2011

AMBISI

Setiap orang punya ambisi. Ambisi itu membuat hidup semakin bergairah dan penuh makna.
Namun disisi lain ambisi akan merusak ketika kita tidak mampu mengelola ambisi itu menjadi sebuah energi yang positif.
Dalam beberapa hari yang lalu ada beberapa peristiwa yang ini menyadarkanku betapa ambisi itu bisa sangat berbahaya bagi siapapun terutama adalah orang terdekat.
Ada kejadian yang menarik ketika dalam suatu perlombaan telah diumumkan siapa pemenangnya. Tiba-tiba ada 2 orang ibu yang datang menghampiri panitia. Mereka memprotes penilaian dewan juri. Mereka merasa bahwa karya anak mereka lebih baik dari pemenang lomba tersebut. Saat itu panitia hanya diam mendengarkan komentar mereka yang lumayan pedas, apalagi dalam kondisi yang panas dan melayani banyak orang.
Akhirnya aku pun turun tangan untuk mendengarkan apa masalah mereka. Setelah ditemui mereka pun tetap memprotes kemenangan orang lain yang menurut mereka tidak layak dan tidak pantas untuk menang. Kekecewaan besar sangat tampak dari kedua orang ibu tersebut. Komentar-komentar yang tidak mengenakkan pun keluar dari lisan mereka. Panitia tidak adil dan tidak profesional, juri yang tidak profesional, cenderung memenangkan anak dari panitia kegiatan tersebut. Akhirnya setelah puas mereka mengatakan demikian, aku pun angkat bicara untuk menyelesaikan permasalahan ini. Aku pun bersama mereka melihat ulang karya dari anak mereka. Setelah ditemukan, memang ada kejanggalan dari karya mereka. Memang secara hasil mereka lebih baik akan tetapi karya mereka tidak original melainkan sudah ada penambahan dari karya mereka yang tidak sesuai dengan kriteria panitia. Disisi lain ibu yang lain tetap protes dengan keras, akhirnya aku memanggil sang juri untuk menyampaikan alasannya. Akhirnya sang juri pun menyampaikan kriteria tentang lomba tersebut dan memang juri telah mengingatkan seluruh peserta dan pengantar untuk berusaha secara mandiri terhadap karya mereka. Protes keras dari mereka malah jadi bumerang buat mereka karena secara langsung mereka telah membuka aib mereka sendiri. Bahwa mereka 'ikut campur' dalam karya anak mereka.
Inilah contoh kasus yang terjadi beberapa hari yang lalua. Pada saat itu terlintas dalam pikiranku, sebenarnya yang ingin ikut lomba anaknya apa orang tuanya. ? Yang punya ambisi menang anaknya apa orang tuanya..? Secara pribadi aku kasihan dan prihatin terhadap anaknya. Bagaimana kondisi psikologis anak itu dalam kondisi orang tua yang memiliki ambisi pribadi terhadap anaknya. Betapa banyak kasus terjadi anak jadi korban eksploitasi dari orang tuanya. Semoga aku bisa belajar menjadi orang tua yang lebih baik dan tidak memiliki ambisi apapun terhadap anak-anakku kelak dikemudian hari. Semoga....